BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATARBELAKANG
Pada saat kita mengunyah nasi (amilum),
maka dalam mulut terjadi suatu reaksi kimia, yaitu pemecahan ikatan-ikatan pada
amilum dengan bantuan enzim, dalam hal ini adalah enzim amilase yang terdapat
dalam saliva (air liur).
Suatu reaksi, khususnya antara senyawa organic yang
dilakukan dalam laboratorium memerlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh
beberapa faktor seperti suhu, tekanan, waktu dan lain-lain. Apabila salah suatu
kondisi tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dibutuhkan maka reaksi tidak
dapat berlangsung dengan baik. Tubuh kita merupakan laboratorium yang sangat
rumit, sebab didalamnya terjadi reaksi kimia yang beraneka ragam. Penguraian
zat-zat yang terdapat dalam makanan kita, penggunaan hasil uraian untuk memperoleh
energi, penggabungan kembali hasil uraian untuk membentuk persediaan makanan
dalam tubuh serta banyak macam reaksi lain yang apabila dilakukan di dalam
laboratorium atau in vitro tanpa ke
akhlian khusus serta waktu yang lama dapat berlangsung baik di dalam tubuh,
atau in vivo tanpa memerlukan suhu
yang tinggi dan dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Reaksi ini
berlangsung dengan baik dalam tubuh kita ini dimungkinkan karena adanya katalis
yang disebut enzim.
Enzim adalah golongan protein yang
paling banyak terdapat dalam sel hidup. Sekarang, kira-kira lebih dari 2000
enzim telah teridentifikasi, yang masing-masing berfungsi sebagai katalisator
reaksi kimia dalam sistem hidup. Enzim Amilase adalah suatu komponen yang
sangat penting saat proses pencernaan makanan. Tanpa adanya enzim ini
karbohidrat yang kita konsumsi tidak akan bisa berubah menjadi gula yang nanti
pada akhirnya diubah menjadi ATP yang sangat penting dalam metabolisme makhluk
hidup. Selain berperan dalam proses pencernaan amilase juga memiliki banyak
peranan penting lainnya baik yang bisa dimanfaatkan dalam bidang industri,
kesehatan maupun untuk pembuatan makanan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
prinsip kerja suatu enzim?
2. Bagaimana
kinetika enzim?
3. Apa
faktor yang mempengaruhi kerja enzim?
4. Bagaimana
regulasi aktivitas enzim?
C.
TUJUAN
1. Dapat
mengetahui prinsip kerja suatu enzim
2. Dapat
mengetahui kinetika enzim
3. Dapat
mengetahui faktor yang mempengaruhi kerja enzim
4. Dapat
mengetahui regulasi aktivitas enzim
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PRINSIP
KERJA ENZIM
Enzim
bekerja mengkatalisasi suatu reaksi dengan menurunkan energy aktivasi dari
reaksi tersebut. Energy aktivasi adalah energy yang diperlukan untuk membawa
molekul subrat ke keadaan dengan struktur molekul tertentu yang dinamakan
bentuk peralihan atau bentuk teransisi. Apabila energy bebas yang diperlukan
untuk membentuk komplek substrat yang aktif lebih rendah, maka jumlah molekul
yang dapat melewati “rintangan energi” tersebut tentu akan semakin besar.
Akibatnya kecepatan reaksi akan meningkat.
Dalam
upaya menurunkan energinaktivasi, enzim membentuk kompleks dengan substrat.
Model yang umum digunakan untuk menggambarkan interaksi enzim substrat di sebut
model “induced-fit”. Menurut model ini, mula-mula interaksi antara enzim dan
substrat relative lemah, namun kemudian akan terjadi perubahan konformasi
(enzim adalah protein yang dapat berubah konformasi ini dipicu oleh terjadinya
ikatan antara enzim dengan substrat) yang menyebabkan interaksi enzim-substrat
bertambah kuat. Secara sederhana, model interaksi antaraenzim dan substrat yang
menuntut kespesifikan tinggi ini dapat digambarkan dengan model “kunci dan anak
kunci” (lockand key model) sebagaimana yang digambarkan dalam gambar 3-3.
Setelah
terbentuk kompleks enzim substrat, akan terjadi satu atau beberapa mekanisme
katalisis yang membentuk “kompleks bentuk peralihan”
Ada
4 mekanisme katalisis yang mungkin terjadi, yaitu:
1. Katalisis
melalui tegangan ikatan (bond strain) : dalam mekanisme katalisis ini,
penyusunan ulang struktur atau structural rearrangement yang berlangsung dengan
berikatanya substrat dan enzimakan menghasilkan ikatan substrat bertegangan
tinggi, yang lebih mudah mencapai keadaan bentuk peralihan atau transition
state.
2. Katalisis
melalui proksimitas dan orientasi : interaksi
enzim-substrat akan mengorientasikan gugus reaktif dan membawa
gugus-gugus ini mendekat satu sama lain. Kedekatan (proksimitas) dan orientasi
ini akan memudahkan terjadinya reaksi.
3. Katalisis
melibatkan donor proton (asam) dan akseptor (basa) mekanisme lain yang juga
dapat membantu terjadinya katalisis adalah penggunaan asam sebagai donor
proton.
4. Katalisis
kovalen : dalam prose katalisis yang melibatakan mekanisme kovalen, substrat
diorientasikan ke situs aktif (active
site) enzim dengan cara sedemikian rupa sehingga terbentuk komplek antara enzim
atau koenzim dengan substrat yang terikat secara kovalen. Salah satu contoh
reaksi katalisis yang menggunakan mekanisme ini adalah katalisis reaksi
proteolisis oleh enzim-enzim protease serin, yaitu enzim-enzim protease
pencernaan (termasuk tripsin, kimotripsin dan elastase) dan beberapa enzim yang
terlibat dalam rangkaian reaksi pembekuan darah. Enzim protease ini memiliki
situs aktif yang salah satu residu asam aminonya adalah serin. Gugus hidroksil serin akan membentuk ikatan kovalen dengan gugus karbonil ikatan peptide
dari substrat, dan akhirnya terjadilah hidrolisis ikatan peptida tersebut.
B.
KINETIKA
ENZIM
Dalam
reaksi enzimatis, konsentrasi substrat dan produk biasanya ratusan atau bahkan
ribuan kali lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi enzim. Akibatnya setiap
molekul enzim bekerja mengkatalisis reaksi perbahan dari banyak molekul
substrat menjadi produk.
Pengubahan
substrat menjadi produk melibatkan pembentukan suatu keadaan peralihan
(transition state), yang umumnya terjadi pada suatu tempat pada molekul enzim
yang di sebut situs katalitik (catalytic site). Kompleks yang terbentuk disebut
kompleks enzim-substrat (ES). Produk akan terbentuk ketika kompleks ES terurai
melepaskan enzim kembale kebentuk semula.
Antara
pengikatan substrat oleh enzim dan terbentuknya produk serta enzim kembali
dalam keadaan semula, terjadi serangkaian reaksi yang kompleks.
E
+ S === ES === ES* === EP === E + P
Pada
awalnya terbentuk kompleks ES, yang kemudian berubah menjadi bentuk peralihan
ES*, lalu menjadi bentuk EP, dan akhirnya terurai menjadi produk dan enzim
kembali ke keadaan semula.
C.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KERJA ENZIM
Kerja enzim
dipengaruhi oleh beberapa factor, di antaranya suhu, pH, konsentrasi enzim,
konsentrasi substrat, adanya inhibitor, dan activator. Pengaruh konsentrasi
substrat terhadap kecepatan reaksi enzimatis secara khusus telah di bahas dalam
kinetika enzim.
1. Konsentrasi enzim
Seperti katalis lain, kecepatan suatu
reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada
suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi enzim.
2. Konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa
dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan substrat akan menaikkan
kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi
kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Keadaan inib telah dijelaskan oleh Michaelis-menten
Yang membuktikan hipotesis mereka tentang terjadinya kompleks enzim substrat.
Gambar 1. Konsentrasi substrat
3.
Suhu
Gambar 2. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
Enzim
terdiri atas molekul-molekul protein. Oleh karena itu, enzim masih tetap mempuyai
sifat protein yang kerjanya dipengaruhi oleh suhu. Enzim dapat bekerja optimum
pada kisaran suhu tertentu, yaitu sekitar suhu 400 C. Pada suhu 00 C, enzim
tidak aktif. Jika suhunya dinaikkan, enzim akan mulai aktif. Jika suhunya
dinaikkan lebih tinggi lagi sampai batas sekitar 40 – 500 C, enzim akan bekerja
lebih aktif lagi. Namun, pemanasan lebih lanjut membuat enzim akan terurai atau
terdenaturasi seperti halnya protein lainnya. Bagian aktif enzim akan terganggu
dan dengan demikian konsentrasi aktif enzin menjadi berkurang dan kecepatan
reaksinya pun akan menurun. Pada keadaan ini enzim tidak dapat bekerja
a) Enzim tidak aktif pada
suhu kurang daripada 0oC.
b) Kadar tindak balas
enzim meningkat dua kali ganda bagi setiap kenaikan suhu 10oC.
c)
Kadar tindak balas enzim paling optimum pada suhu 37oC.
Enzim ternyata asli pada suhu tinggi yaitu lebih dari 50oC.
4.
Pengaruh pH
Gambar 3. Pengaruh pH
Dari bentuk kurva pada gambar tersebut, tampak bahwa ada suatu
pH tertentu atau daerah pH yang dapat menyebabkan kecepatan reaksi paling
tinggi. pH tersebut dinamakn pH optimum. pH optimum dari enzim amylase
misalnya, dapat diperoleh dengan menentukan jumlah milligram gula yang
terbentuk dari beberapa reaksi yang menggunakan enzim amylase pada berbgai
harga pH dan amilum sebagai substrat.
Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada netral, kecuali
beberapa jenis enzim yang bekerja pada suasana asam atau suasana basa. Jika
enzim yang bekerja optimum pada suasana netral ditempatkan pada suasana basa
ataupun asam, enzim tersebut tidak akan bekerja atau bahkan rusak. Begitu juga
sebaliknya, jila suatu enzim bekerja optimal pada suasana basa atau asam tetapi
ditempatkan pada keadaan asam atau bas, enzim tersebut akan rusak. Sebagai
contohnya, enzim pepsin yang terdapat di dalam lambung, efektif bekerja pada pH
rendah.
a) Setiap enzim bertindak
paling cekap pada nilai pH tertentu yang disebut sebagai pH optimum.
b) pH optimum bagi
kebanyakan enzim ialah pH 7.
c) Terdapat beberapa
pengecualian, misalnya enzim pepsin di dalam perut bertindak balas paling cekap
pada pH 2, sementara enzim tripsin di dalam usus kecil bertindak paling cekap
pada pH 8.
Perubahan
konformasi enzim karena pengaruh temperatur dan pH. Perubahan temperatur dan pH
akan menyebabkan pemutusan ikatan-ikatan intramolekuler enzim sehingga akan
merubah bentuk tiga dimensinya
5. Inhibitor
Hal lain yang mempengaruhi kerja enzim adalah feed back
inhibitor. Feed back inhibitor adalah keadaan pada saat substansi hasil
(produk) kerja enzim yang terakumulasi dalam jumlah yang berlebihan akan
menghambat kerja enzim yang bersangkutan. Molekul atau ion yang dapat mnghambat
reaksi tersebut disebut inhibitor.
Hambatan yang dilakukan oleh inhibitor dapat berupa hambatan
tidak reversible atau hambatan reversible. Hambatan tidak reversible pada
umumnya disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah
gugus fungsi atau lebih terdapat pada molekul enzim. Hambatan itu dibagi
menjadi tiga bagian yaitu :
a.
Hambatan Reversibel
1. Inhibitor Kompetisi
Hambatan ini disebabkan karena ada molekul yang mirip dengan
substrat, yang dapat pula membentuk molekul kompleks, yaitu kompleks enzim
inhibitor (EI). Pembentukan kompleks EI
ini sama dengan pembentukan kompleks ES, yaitu melalui penggabungan
inhibitor dengan enzim pada bagian aktif. Dengan demikian terjadi persaingan
antara inhibitor dengan substrat.
Pada inhibitor kompetisi terjadi penambahan substrat dapat mengurangi
daya hambatnya, karena inhibitor bersaing dengan substrat untuk mengikat bagian
aktif enzim. Misalnya enzim suksinat dehidrogenase yang berfungsi
mengkatalisis reaksi oksidasi asam uksinat menjadi fumarat, jika dalam proses
ini ditambahkan asam malonat, maka enzim suksinat dehidrogenase akan menurun
aktivitasnya.
Tetapi jika diberikan lagi asam suksinat sebagai substrat reaksi
akan normal kembali. Sehingga aktivitas inhibitor ini sangat bergantung pada
konsentrasi inhibitor, konsentrasi substrat, dan aktivitas relatif
inhibitor dan substrat.
Dengan demikian adanya inhibitor bersaing dapat bersaing dapat
mengurangi peluang bagi terbentuknya kompleks ES dan halini menyebabkan
berkurangnya kecepatan reaksi.
2. Inhibitor Nonkompetisi
Inhibitor nonkompetisi pengaruhnya tidak dapat dihilangkan
dengan adanya penambahan substrat lain, dimana inhibitor ini akan
berikatan dengan permukaan enzim tanpa lepas dan lokasinya tidak dapat diganti oleh substrat. Sehingga
daya kerja inhibitor sangat tergantung dari konsentrasi inhibitor dan
aktivitas inhibitor terhadap enzim.
Dalam hal ini inhibitor daptat bergabung dengan enzim pada suatu
bagian enzim di luar bagian aktif. Penggabungan antara inhibitor dengan enzim
ini terjadi pada enzim bebas, atau pada enzim yang telah mengikat substrat
yaitu kompleks enzim-substrat.
b. Hambatan
Tidak Reversibel
Di muka tadi telah dijelaskan bahwabaik
hambatan bersaing maupun tidak bersaing adalah hambatan yang bersifat
reversible. Kedua macam hambatan tersebut dapt dirumuskan secara oleh
michaelis-menten atau linewear-burk dengan asumsi bahwa penggabungan tidak bersifat reversible maka pendekatan
Michaelis-menten tidak dapat dilakukan. Hambatan ini dapat terjadi terjadi
karena inhibitor bereaksi tidak reversible dengan bagian tertentu pada
enzim,sehingga mengakibatkan berubahnya bentuk enzim. Dengan demikian
mengurangi aktivitas katalitik enzim tersebut. Sebagai contoh inhibitor dalam
ha ini ialah molekul iodoase-tamida yang dapat bereaksi dengan gugus-SH suatu
enzim.
c. Hambatan
Alosterik
Model Michaelis-Menten dapat digunakan
untuk menerangkan terjadinya hambatan bersaing maupun hambatan tidak bersaing.
Namun ada beberapa enzim yang sifat kinetiknya tidak dapat diterangkan dengan
model persamaan Michaelis-Menten. Sebagai contoh untuk beberapa enzim tersebut
tidak berbentuk hiperbola melainkan berbentuk sigmoida.
Kelompok enzim yang mempunyai sifat ini
disebut alosterik. Hambatan yang terjadi pada enzim alosterik, sedangkan
inhibitor yang menghambat dinamakan inhibitor alosterik. Bentuk molekul
inhibitor alosterik berbeda dengan molekul substratnya. Lagipula inhibitor alosterik berikatan dengan enzim
pada tempat di luar bagian aktif enzim. Dengan demikian hambatan ini tidak akan
dapat diatas dengan penambahan seejumlah besar substrat. Terbentuknya ikatan
antara inhibitor mempengaruhi konformasi enzim, sehingga bagian aktif mengalami
perubahan bentuk. Akibatnya ialah penggabungan
substrat pada bagian aktif enzim terhambat.
D.
REGULASI
AKTIVITAS ENZIM
Ada
dua cara utama yang digunakan tubuh untuk mengatur atau meregulasi aktivitas
enzim didalam tubuh, yaitu dengan mengatur konsentrasinya didalam jaringan atau
dengan mengatur aktivitas atau daya kerjanya walaupun konsentrasinya tidak
berubah.
Untuk
mengatur konsentrasi enzim didalam jaringan, tubuh memiliki tiga mekanisme
utama, yaitu:
1. Regulasi
ekspresi gen untuk mengendalikan jumlah dan kecepatan sintesis enzim.
2. Aktivitas
enzim proteolitik untuk mengendalikan jumlah enzim yang dihancurkan atau
didegradasi.
3. Modifikasi
kovalen untuk mengubah enzim inaktif (proenzim) menjadi enzim aktif.
Sistesis
enzim dan degradasi proteolitik merupakan mekanisme regulasi konsentrasi enzim
yang relatif lambat, dengan waktu respons berjam-jam, berhari-hari, atau bakan
berminggu-minggu. Aktivitas proenzim merupakan mekanisme yang lebih cepat
tetapi regulasi dengan cara ini memiliki kelemahan, karena tidak bersifat
reversibel. Proenzim umumnya disintesis dalam jumlah besar, disimpan dalam
granul sekretori, dan kemudian mengalami modifikasi penyimpananya. Contoh proenzim antara lain
pepsinogen, tripsinogen dan kimotripsinogen.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar